apa sih TaHuRa?...
Tahura kepanjangan dari Taman Hutan Raya...
yup!! di tengah hiruk pikuk kota Bandung yang mulai sering macet nyaingin kota Jakarta ini ternyata masih ada Hutan juga loh...
Bulan puasa kemarin, saya bersama teman-teman kuliah tadinya mau ajak native speaker sasjep marnat buat keliling jalan-jalan tapi sayangnya beliau sedang sakit, berhubung udah tanggung ngumpul ya kita lanjutin aja jalan-jalannya, tujuan kita ya ke Tahura ini...
Biaya masuk ke Tahura untuk 1 mobil roda 4 dan 6 org pengunjung, kita cuma ditarik biaya sebesar 73 ribu rupiah saja, cukup terjangkau yah.
Oke deh kita mulai aja yah ceritain sedikit tentang sejarah Taman Hutan Raya Ir.H.Djuanda ini...
Sejarah Singkat
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda awalnya berstatus sebagai hutan
lindung (Komplek Hutan Gunung Pulosari) yang batas-batasnya ditentukan
pada tahun 1922.
Sejak kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 secara
otomatis status kawasan hutan negara dikelola oleh Pemerintah Republik
Indonesia melalui Djawatan Kehutanan.
Kawasan hutan ini dirintis pembangunannya sejak tahun 1960 oleh Bapak
Mashudi (Gubernur Jawa Barat) dan Ir. Sambas Wirakusumah yang pada waktu
itu menjabat sebagai Administratur Bandung Utara merangkap Direktur
Akademi Ilmu Kehutanan, dan mendapat dukungan dari Bapak Ismail Saleh
(Menteri Kehakiman) dan Bapak Soejarwo (Dirjen Kehutanan Departemen
Pertanian). Pada tahun 1963 sebagian kawasan hutan lindung tersebut
mulai dipersiapkan sebagai Hutan Wisata dan Kebun Raya.
Tahun 1963 pada
waktu meninggalnya Ir. H. Djuanda, maka Hutan Lindung tersebut
diabadikan namanya menjadi Kebun Raya Rekreasi Ir. H. Djuanda untuk
mengenang jasa-jasanya dan waktu itu pula jalan Dago dinamakan jalan
Ir.H.Djuanda.
(http://tahuradjuanda.jabarprov.go.id/tentang-tahura/sejarah-singkat/)
Ada 2 goa di Tahura yaitu GOA BELANDA dan GOA JEPANG...
Goa Belanda
Semula
kawasan yang sekarang ditetapkan sebagai Taman Hutan Raya Ir. H.
Djuanda adalah bentangan pegunungan dari Barat sampai ke Timur yang
merupakan “tangki air raksasa alamiah” untuk cadangan di musim kemarau.
Di daerah Aliran Sungai Cikapundung yang ada di Taman Hutan Raya Ir. H.
Djuanda pada masa pendudukan Belanda dibangun Pembangkit Listrik Tenaga
Air (PLTA) Bengkok yang merupakan PLTA pertama di Indonesia pada tahun
1918, dimana terowongan tersebut melewati Perbukitan batu pasir tufaan.
Pada masa pendudukan Belanda, perbukitan
Pakar ini sangat menarik bagi strategi militer, karena lokasi nya yang
terlindung dan begitu dekat dengan pusat kota Bandung. Menjelang Perang
Dunia ke II pada awal tahun 1941 kegiatan militer Belanda makin
meningkat. Dalam terowongan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
Bengkok sepanjang 144 meter dan lebar 1,8 meter dibangunlah jaringan goa
sebanyak 15 lorong dan 2 pintu masuk se-tinggi 3,20 meter, luas
pelataran yang dipakai goa seluas 0,6 hektar dan luas seluruh goa
berikut lorong nya adalah 548 meter. Selain untuk kegiatan militer,
bangunan Goa ini digunakan untuk stasion radio telekomunikasi Belanda,
karena station radio yang ada di Gunung Malabar terbuka dari udara,
tidak mungkin dilindungi dan dipertahankan dari serangan udara.
Meskipun akhirnya belum terpakai secara
optimal, namun pada awal Perang Dunia Ke II dari stasion radio
komunikasi inilah Panglima Perang Hindia Belanda Letnan Jendral Ter
Poorten melalui Laksamana Madya Helfrich dapat berhubungan dengan
Panglima Armada Sekutu Laksamana
Muda Karel Doorman untuk mencegah masuknya Angkatan Laut Kerajaan
Jepang yang mengangkut pasukan mendarat di Pulau Jawa. Sayang sekali
usaha ini gagal dan seluruh pasukan berhasil mendarat dengan selamat
dibawah komando Letnan Jendral Hitosi Imamura.
Saluran/terowongan berupa jaringan goa
di dalam perbukitan ini dinamakan Goa Belanda. Pada masa kemerdekaan Goa
ini pernah dipakai atau dimanfaatkan sebagai gudang mesiu oleh tentara
Indonesia. Goa Belanda saat ini dapat dimasuki dengan aman dan dijadikan
sebagai tempat wisata yang penuh dengan nilai sejarah.
(http://tahuradjuanda.jabarprov.go.id/obyek-wisata-alam/goa-belanda/)
Goa Jepang
Tanggal
10 Maret 1942 dengan resmi angkatan Perang Hindia Belanda dengen
pemerintah sipil-nya menyerah tanpa syarat kepada Bala tentara Kerajaan
Jepang dengan upacara sederhana di Balai Kota Bandung. Setelah upacara
Panglima Perang Hindia Belanda Letnan Jendral Ter poorten dan Gubernur
Jendral Tjarda Van Stakenborgh ditawan di Mansyuria sampai perang dunia
II selesai.
Begitu
instalasi militer Hindia Belanda dikuasai seluruhnya maka tentara
Jepang membangun jaringan Goa tambahan untuk kepentingan pertahanan di
Pakar, dimana letaknya tidak jauh dari Goa Belanda. Konon pembangunan
goa ini dilakukan oleh para tenaga kerja secara paksa yang pada saat itu
disebut “romusa” atau “nala karta”. Goa tambahan ini yang terdapat di
daerah perbukitan Pakar tepatnya berada dalam wilayah Taman Hutan Raya
Ir. H. Djuanda mempunyai 4 pintu dan 2 saluran udara. Dilihat dari
lokasi dan bentuknya Goa ini diperkirakan berkaitan dengan kegiatan dan
fungsi strategis kemiliteran. Lorong-lorong dan ruang-ruang yang
terdapat pada Goa ini dapat dipergunakan sebagai markas, maupun tempat
penyimpanan peralatan dan logistik. Selama pendudukan Jepang di
Indonesia, daerah Pakar yang sekarang Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda
dipergunakan untuk ke-pentingan militer dan tertutup untuk masyarakat.
Goa tambahan yang dibangun pada masa
pendudukan Jepang dinamakan Goa Jepang. Goa Jepang saat ini dapat
dimasuki dengan aman dan dijadikan sebagai tempat wisata yang penuh
pesona karena alam sekitarnya yang sangat indah dan memiliki nilai
sejarah.
Menurut saya,Goa Jepang ini cukup menyeramkan, saya dan 2 org teman saya tidak berani masuk karena hawanya bikin bulu kuduk berdiri alias merinding disko, hawa negatif alam gaib nya cukup kuat...
( http://tahuradjuanda.jabarprov.go.id/obyek-wisata-alam/goa-jepang/)
Keliling di Tahura cukup menguras keringat, perjalanan singkat kami harus diakhiri karena waktu buka puasa sudah dekat, teman saya yg menjalankan ibadah puasa pun sudah cukup lelah karena perjalanan kami di Tahura bisa dibilang hiking mengelilingi gunung...
Jam Operasional TAHURA:
08.00 s/d 16.00 WIB
Buka Setiap Hari (Hari Kerja & Hari Libur)
Tiket Masuk:
- Wisatawan Nusantara: Rp. 10.000,-
- Wisatawan Mancanegara: Rp. 75.000,-
- Kegiatan Foto Komersial: Rp. 200.000,-
“The most important reason for going from one place to another is to see
what's in between, and they took great pleasure in doing just that.”
-Norton Juster,
The Phantom Tollbooth-